Minggu, 29 April 2012

Contoh Sengketa Internasional antara 2 negara


nama: Ayi
umur: 17th
hobi : baru mau nulis
ket : copas

 Sengketa Internasional Antara China Dan Jepang.

            Perebutan kepemilikan Pulau Daioyu/Senkaku antara China-Jepang telah berlangsung sejak tahun 1969. Sengketa ini diawali ketika ECAFE menyatakan bahwa diperairan sekitar Pulau Daioyu/Senkaku terkandung hidrokarbon dalam jumlah besar. Kemudian pada tahun 1970, Jepang dan Amerika Serikat menandatangani perjanjian pengembalian Okinawa, termasuk pulau Daioyu/Senkaku kepada Jepang. Hal inilah yang kemudian diprotes China, karena China merasa bahwa pulau tersebut adalah miliknya.Sengketa ini semakin berkembang pada tahun 1978, ketika Jepang membangun mercusuar di Pulau Daioyu untuk melegitimasi pulau tersebut.
Ketegangan ini berlanjut ketika Jepang mengusir kapal Taiwan dari perairan Daioyu. Meskipun protes yang terus menerus dari China maupun Taiwan, namun tahun 1990an Jepang kembali memperbaiki mercusuar yang telah dibangun oleh kelompok kanan Jepang di Daiyou. Secara resmi.

Penyelesaian sengketa.

            China memprotes tindakan Jepang atas Pulau tersebut.
Sampai saat ini permasalahan ini belum dapat diselesaikan. Kedua negara telah mengadakan pertemuan untuk membicarakan dan menyelesaikan sengketa. Namun dari beberapa kali pertemuan yang telah dilakukan belum ada penyelesaian, karena kedua negara bersikeras bahwa pulau tersebut merupakan bagian kedaulatan dari negara mereka, akibat overlapping antara ZEE Jepang dan landas kontinen China. Hal inilah yang belum terjawab oleh Hukum laut 1982. Meskipun saat ini banyak yang menggunakan pendekatan median/equidistance line untuk pembagian wilayah yang saling tumpang tindih, namun belum dapat menyelesaikan perebutan antara kedua negara, karena adanya perbedaan interpretasi terhadap definisi equidistance line.

            Alternatif lain juga telah ditawarkan untuk penyelesaian konflik, yaitu melalui pengelolaan bersama (JDA, Joint Development Agreement). Sebenarnya dengan pengelolaan bersama tidak hanya akan menyelesaikan sengketa perbatasan laut kedua negara, tetapi memiliki unsur politis. Hal ini akan memperbaiki hubungan China-Jepang, karena menyangkut kepentingan kedua negara, sehingga kedua negara harus selalu menjaga hubungan baik agar kesepakatan dapat berjalan dengan baik. Namun sayangnya tawaran ini ditolak China, padahal sebenarnya kesepakatan ini dapat digunakan untuk membangun masa depan yang cerah bersama Jepang.Melihat sulitnya dicapai kesepakatan China-Jepang, alternatif penyelesaian akhir yang harus ditempuh adalah melalui Mahkamah Internasional. Namun penyelesaian tersebut cukup beresiko, karena hasilnya akan take all or nothing.

Sengketa Internasional Antara Jepang Dan Korea.

            Batu Liancourt (Liancourt Rocks) atau Dokdo (
독도, 獨島; "Pulau yang sepi") dalam Bahasa Korea atau Takeshima (竹島; "Pulau Bambu") dalam Bahasa Jepang, adalah sekelompok pulau kecil di perairan Laut Jepang di sebelah timur Semenanjung Korea. Kepulauan ini adalah sumber sengketa antara Republik Korea dengan Jepang sampai saat ini.
            Nama Liancourt diambil dari Le Liancourt, nama sebuah kapal pemburu paus asal Perancis yang hampir menabrak batu karang di sekitar kepulauan itu pada tahun 1849. Baik dalam Bahasa Korea atau Jepang, nama kepulauan ini berganti-ganti sepanjang waktu, yang juga membuat rumitnya masalah sengketa atas wilayah ini.
            Kepulauan Liancourt terbagi atas 2 buah pulau besar dan 35 pulau yang lebih kecil. Total luas wilayah ini adalah 0,18745 km² dengan puncak tertinggi mencapai 169 meter dari permukaan laut yang berada di Seo-do (Pulau Barat).
            Liancourt masuk ke dalam wilayah administrasi Korea Selatan dalam satuan Dokdo-ri, Kecamatan Ulleung, Kabupaten Ulleung di Provinsi Gyeongsang Utara. Sementara dalam klaim Jepang, Liancourt masuk ke dalam satuan dari Pulau Oki, Distrik Oki di Prefektur Shimane.
Kepulauan ini diketahui pula memiliki cadangan gas bumi yang cukup besar dan belum dieksplorasi.
            Kepulauan Liancourt terbagi menjadi dua pulau utama, yakni Seo-do (
西島; Pulau Barat) dalam Bahasa Korea atau Otokojima (男島; Pulau Laki-laki) dalam Bahasa Jepang dan Dong-do (東島; Pulau Timur) atau Onnajima (女島; Pulau Wanita). Pulau Barat berukuran lebih besar dengan dasar yang lebih lebar dan puncaknya lebih tinggi, namun daratan Pulau Timur lebih dapat diakses. Keunikan alam Pulau Barat adalah pantainya yang memiliki banyak gua. Pulau Timur memiliki sebuah kawah serta 2 buah gua besar yang dapat diakses melalui laut.

            Secara keseluruhan terdapat sekitar 90 buah pulau dan batu karang serta batuan vulkanik yang terbentuk dari Zaman Cenozoikum sekitar 2 – 4,6 juta tahun yang lalu. Sebanyak 37 buah dari pulau-pulau ini merupakan daratan yang permanen.
Luas keseluruhan Kepulauan Liancourt adalah 187.450 m² (46 are) dengan puncak tertinggi 169 meter. Pulau Barat luasnya 88.640 m² dan Pulau Timur 73.300 m². Pada tahun 2006, tim geologi Korea Selatan meneliti bahwa kepulauan ini terbentuk sekitar 4,5 juta tahun yang lalu dan sangat rentan terhadap erosi.

            Penduduk permanen kawasan ini adalah warganegara Korea Selatan, yakni pasangan suami istri Kim Sung-do (
김성도) dan Kim Shin-yeol (김신열) yang bekerja sebagai nelayan beserta 37 orang petugas penjaga pantai. Adapula 3 orang dari lembaga Kementerian Hubugan Maritim dan Perikanan, serta 3 orang lain sebagai penjaga mercusuar. Di masa lalu umumnya para nelayan hanya tinggal untuk sementara.
            Selama bertahun-tahun masyarakat tidak diizinkan berwisata ke Kepulauan Liancourt karena kawasan ini merupakan cagar alam yang dilindungi. Baru pada tahun 2004, sekitar 1.597 orang wisatawan diizinkan untuk berkunjung. Sejak pertengahan bulan Maret 2005, semakin banyak wisatawan yang berkunjung, dimana maksimal hanya 70 orang yang diizinkan untuk setiap kali kunjungan. Satu kapal ferry melayani kunjungan beberapa kali setiap hari dan daftar booking selalu penuh. Harga tur yang ditawarkan adalah sekitar
350.000 per orang (sekitar $ 250 semenjak tahun 2009).
            Di bawah pemertintahan Korea Selatan, Kepulauan Liancourt telah mengalami pembangunan yang signifikan. Kini kawasan ini telah mempunyai 1 buah mercusuar, landasan helikopter, serta lambang bendera Korea Selatan yang berukuran besar dan dapat terlihat dari atas. Kemudian adapula fasilitas kotak pos, tangga dan barak polisi. Pada tahun 2007, 2 buah mesin desalinasi diinstal untuk memproduksi sebanyak 28 ton air bersih per harinya. Terdapat pula 2 buah menara komunikasi telepon seluler yang dibangun oleh perusahaan telekomunikasi Korea Selatan.

            Kawasan laut di sekitar kepulauan ini mengalami masalah serius akibat pencemaran yang diakibatkan oleh pembuangan limbah permukiman para penjaga pantai dan penghuni mercusuar. Akibatnya air laut menjadi keruh dan beberapa vegetasi laut dan terumbu karang mati. Sejak November tahun 2004, diketahui sekitar sekitar 8 ton limbah dibuang langsung ke laut setiap harinya.

            Korea Selatan telah meluncurkan perangko bergambar Batu Liancourt sejak tahun 1954.
Kepulauan Liancourt sampai sekarang adalah sumber sengketa antara Republik Korea dan Jepang. Menteri Luar Negeri Jepang pada tahun 2005 bersikukuh mengklaim Liancourt dengan menjadikan tanggal 22 Februari sebagai Hari Takeshima. Pernyataan ini menimbulkan penolakan dan protes keras dari pihak Korea Selatan, sehingga hubungan Tokyo-Seoul sempat memburuk. Kedua negara mengklaim telah memiliki Kepulauan Liancourt sejak ratusan tahun yang lalu berdasarkan data-data dan dokumen sejarah masing-masing. Korea Selatan mengaku telah menguasai Liancourt sejak zaman Silla di bawah pemerintahan Raja Jijeung pada tahun 512 M dan menganggap bahwa Jepang baru mengklaim kepulauan itu sejak mereka menjajah Korea pada tahun 1910.
Upaya Korea Selatan untuk mempertahankan klaimnya atas Liancourt didukung oleh pihak Korea Utara.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar